Kamis, 06 April 2023

PERJALANAN HIDUP SEORANG CALON PENERBANG HELIKOPTER TNI-AU

 by Letda Pnb Gesang

Siswa Sekolah Penerbang Rotary Wing A-102 Skadik 105 Wingdik 100


Inilah kisah hidup Saya, Letda Pnb Gesang Satriatama pemuda asal Malang yang menjadi salah satu calon penerbang helikopter TNI AU. Saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana dengan didikan yang baik serta pendidikan formal yang memadai. Saya mengenyam pendidikan di SDN Sumberpucung 07 yang berada hanya 300 meter dari rumah Saya. Masa SD Saya penuh dengan memori yang membahagiakan, Saya memiliki banyak teman dan suka berpetualang. Pengalaman paling berkesan Saya adalah ketika Ayah  Saya mengajak untuk berpetualang menyusuri rel kereta api. Di sepanjang perjalanan banyak hal-hal menarik yang Saya temui, mulai dari bertemu dengan ular hingga minum langsung dari sumber mata air yang berada di perjalanan Saya menyusuri rel kereta tersebut.

Pendidikan Saya selanjutnya adalah di SMPN 4 Kepanjen yang waktu itu masih menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) walaupun pada saat Saya lulus predikat tersebut sudah dihapuskan. Sekolah Saya dapat dikatakan salah satu sekolah terbaik di daerah tersebut. Jarak yang Saya tempuh lumayan jauh, 11 Km menggunakan kendaraan umum. Saya harus berangkat pagi agar tidak terlambat masuk ke sekolah. Saya bukanlah murid yang rajin, tetapi Saya bersyukur dengan kecerdasan yang Saya miliki. Pelajaran di sekolah Sangatlah menyenangkan bagi Saya. Tempat Saya belajar adalah di Sekolah, di rumah adalah tempat untuk berkumpul dengan keluarga dan bermain kecuali ada PR yang harus Saya kerjakan. Pelajaran favorit Saya adalah Matematika, Fisika dan Bahasa Inggris. Disela-sela kesibukan, Saya juga mengikuti OSIS dan memiliki hobi di dunia fotografi. Saya dapat menyelesaikan pendidikan SMP Saya dengan baik dan memiliki nilai yang cukup memuaskan pada tahun 2014.

Setelah dinyatakan lulus dari SMP, Saya dihadapkan dengan pilihan yang berat dan proses yang susah. Saya mencoba untuk mendaftar di SMA Taruna Nusantara yang berada di Magelang, tetapi takdir berkata lain, Saya tidak lolos seleksi tersebut. Akhirnya Saya memiliki dua pilihan, melanjutkan di SMAN 1 Kepanjen atau di SMAN 1 Malang. Saya memutuskan untuk daftar di dua sekolah tersebut, di SMAN 1 Kepanjen Saya sudah diterima tetapi Saya lebih memilih untuk menjadi anak kota. Saya melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Malang yang berada di pusat Kota Malang. Jarak yang cukup jauh memaksa Saya untuk tinggal di rumah kos. Hal ini mungkin asing buat Saya, tetapi seorang anak laki-laki haruslah berjuang demi masa depannya. Banyak cerita seru yang terjadi di SMA. Saya mendaftar semua kegiatan ekstrakulikuler yang ada, mulai dari Paskibra, Basket, OSIS dan MBC (Misa Bhawana Citta) sebuah organisasi pecinta alam. Hal yang paling berkesan adalah ketika Saya berada di MBC tersebut. Saya adalah MBC A-36. Banyak suka dan duka yang Saya lalui di SMA dan dengan hal itu membentuk pribadi Saya yang sekarang ini. Mulai dari sinilah perjuangan Saya untuk menjadi seorang Taruna dimulai. 

Saya menggembleng diri Saya dengan keras hari demi hari. Saya tidak mendaftar di Universitas manapun karena tekad Saya hanya ingin menjadi seorang TNI. Hari demi hari Saya lalui dengan baik, hingga akhirnya Saya tiba dititik dimana Saya dinyatakan tidak lolos di tahap Pantukhir Daerah yang dilaksanakan di Pangkalan Udara Abdurachman Saleh di Malang. Tetapi hal itu tidak membuat Saya patah semangat. Dengan rekan-rekan Saya yang juga gagal, Kami memutuskan untuk mendaki ke puncak tertinggi di Jawa, yaitu Mahameru. Perjalanan Kami menuju kesana sudah Kami siapkan dan Kami sudah siap untuk berangkat. Hingga akhirnya Kami tiba di Ranu Pane, pos pertama untuk melakukan pendakian ke Mahameru. Perjalanan Kami sangatlah melelahkan dan juga penuh perjuangan. Di hari pertama Kami memutuskan untuk Camping di Kalimati, tempat para pendaki melakukan start menuju Mahameru. Sesampainya Kami disana, Kami langsung mendirikan tenda dan istirahat untuk persiapan mendaki ke Mahameru. Tengah malam Kami berangkat menuju puncak Mahameru. Semua kelelahan terbayar sudah dengan suguhan pemandangan indah pagi itu. Hari selanjutnya Kami memutuskan untuk Camping di Ranukumbolo dan beristirahat disana. Kegagalan Kami terasa tidak pernah ada setelah pendakian tersebut, semua menjalani hari dengan normal dan akan berjuang untuk pendaftaran tahun depan.

Tidak terasa waktu berlalu dengan begitu cepat, selama satu tahun Saya persiapkan diri Saya dengan mengikuti les dan menjaga tubuh Saya tetap prima. Walaupun harapan Saya tidak sebesar dulu untuk masuk menjadi Taruna Karbol, akan tetapi Saya tetap berjuang dengan keras. Hingga akhirnya pengumuman Pantukhir Daerah dibacakan, dan nama Saya termasuk di daftar peserta yang lolos untuk mengikuti tes tingkat pusat di Yogyakarta. Saya panik bukan kepalang, Saya tidak membawa berkas sama sekali, karena sebelumnya Saya beranggapan bahwa “Pasti Saya tidak lolos”, takdir berkata lain Saya lolos. Saya bergegas kembali ke rumah untuk mengambil berkas yang Saya butuhkan, sore itu juga berkas Saya sudah Saya serahkan ke panitia. Keesokan harinya Kami berangkat menuju Yogyakarta menggunakan pesawat Hercules. Tahap seleksi tingkat pusat pun dimulai. Saya mendapat teman baru disana, semua tes Kami lalui dengan semangat. Sampai akhirnya pengumuman pun dibacakan, ada dua golongan yang dibacakan, yang keluar menuju pintu kiri dan pintu kanan. Saya termasuk orang yang berada di pintu kanan, bis sudah menunggu Kami diluar. Akhirnya Kami diajak mengelilingi AAU dan berhenti di Teleng Krida. Kami yang berada disana ternyata orang-orang yang lulus dan akan melanjutkan pendidikan Chandradimuka di Magelang.

Sesampainya di Magelang Kami langsung dibagikan Kaporlap Caprabhatar dengan seragam hijau tuanya pakaian Kami sama. Mulai hari itu derajat Kami disamakan menjadi satu yaitu Caprabhatar semua hal yang kami bawa kami kumpulkan termasuk alat komunikasi. Hari-hari yang sangat berat pun dimulai. Mulai dari kegiatan pagi hingga lari malam kami lalui bersama. Terkadang kami juga melakukan pelanggaran yang membuat kami mendapat hukuman dari para pelatih dan pengasuh kami disana. Hari demi hari kami lalui sepenuh hati. Latihan apapun kami lewati dengan baik, persaudaraan diantara kami para Caprabhatar tumbuh. Sampai akhirnya Wisuda Prajurit pun dimulai, orang tua kami mencari-cari anaknya yang berdiri kokoh ditengah lapangan. Sampai akhirnya orang tua Saya berdiri dengan rasa bangga di depan anaknya, Saya Prajurit Taruna Gesang Satriatama. Rindu pun Kami lepaskan, banyak cerita menarik yang Saya ceritakan kepada orang tua Saya. Waktu berjalan begitu cepat waktunya kembali ke Ksatrian Chandradimuka. Perjalanan Saya sebagai seorang Taruna Saya lewati dengan ikhlas dan lancar. Sampai akhirnya kami berpangkat Kopral Taruna, yang berarti ini adalah waktunya untuk kembali ke Bumi Maguwo tempat para Karbol dididik. Waktu berjalan begitu cepat, Sersan Taruna, Sersan Mayor Dua Taruna tidak terasa pangkat di lengan sudah meningkat.


        Tingkat III, dengan pangkat Sermadatar perjalanan sebagai siswa Sekbang taruna dimulai. Saya lolos menjadi seorang calon penerbang TNI AU dan diwaktu itu juga Saya dipertemukan dengan pujaan hati Saya Fatma Shafira Nurul Ramadhani seorang Mahasiswi semester 6 Universitas Brawijaya waktu itu. Motivasi Saya bertambah selain harus membuat orang tua saya bangga, Saya memiliki orang yang tidak kalah spesial di hidup Saya sekarang. Saya lakukan rutinitas seperti biasa, menjalani pendidikan di AAU serta di Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto. Sampai akhirnya Kami selesai bina terbang latih dasar  terima kasih banyak para instruktur penerbang khususnya J-829 guru pattern Saya. Pada bulan Mei para Taruna tingkat IV melaksanakan kegiatan Latsitarda di Lombok yang berlangsung selama  satu bulan. Banyak pengalaman menarik dan terbentuk ikatan yang kuat antara Taruna Akpol, Darat, Laut serta Udara. Waktu sekali lagi berjalan dengan sangat cepat, Juli kami dilantik oleh Presiden Indonesia Ir. Joko Widodo di Istana Negara. Orang tua Saya sangatlah bangga melihat anaknya sudah lulus menjadi perwira penerbang TNI AU.

        Penjurusan pun dimulai setelah Kami, Sekbang A-102 kembali dari cuti Praspa. Saya yang awalnya ingin masuk ke Fix Wing harus memendam keinginan Saya. Saya terpilih menjadi calon peberbang Rotary Wing. Kami yang Rotary Wing pun berpindah dari Yogyakarta menuju Kalijati, Subang, Jawa Barat. Pendidikan Kami pun dimulai kembali disini. Banyak ilmu baru yang harus kami pelajari, menerbangkan pesawat Fix Wing dan Rotary Wing sangatlah berbeda. Kami belajar hover, dan landing dengan cara yang berbeda dengan Fix Wing. Waktu berjalan Saya mulai menikmati terbang dengan menggunakan helikopter, Saya bisa mendarat dimana saja. Sekarang perjalanan Saya sudah berada diujung tanduk sebagai siswa. Ini adalah kisah hidup Saya, semoga dapat menjadi motivasi dan pembelajaran bagi seluruh pembaca. Terima kasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar