by Siswa Sekbang A-102 Rotary Wing
Skadron Pendidikan 105 Wing 100/Terbang
Aku lahir di keluarga sederhana, ayahku seorang pegawai di sebuah BUMN, ibuku seorang ibu rumah tangga. Sejak kecil aku selalu berpindah tempat tinggal.menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, mengikuti kemana ayahku ditugaskan. Tidak ada satupun keluargaku yang berlatar belakangkan militer. Namun entah kenapa, aku sangat ingin menjadi seorang tentara sejak aku kecil. Memang orangtuaku sejak kecil sudah mengajarkanku untuk selalu hidup disiplin. Walaupun bukan seorang militer, ayahku mendidikku dengan tegas sejak kecil. Begitu pula dengan ibuku. Bisa dibilang orangtuaku adalah orang yang Strict Parents. Oleh karena itu, sejak kecil aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang sangat teratur.
Orangtuaku selalu mendukung semua hal positif yang ingin aku lakukan. Termasuk dengan cita-citaku. Walaupun mereka tegas, tetapi mereka tidak membatasiku untuk bercita-cita, mereka selalu menekankanku untuk mengejar cita-cita yang aku inginkan. Seorang Tentara, entah kenapa aku ingin jadi tentara. Ayahku bukan seorang tentara, sampai orang-orang bertanya mengapa aku tidak mengikuti jejak ayahku saja. Dulu aku sering membaca, menonton dan bermain video game tentang perang, menggambarkan gagahnya seorang jendral yang memimpin peperangan didepan anak buahnya, itu yang terbayangkan olehku menjadi seorang tentara.
Singkat cerita, aku menginjak bangku
SMP, orangtuaku sangat concern dengan cita-citaku. Sejak sesaat sebelum
lulus SMP orangtuaku sudah meyakinkanku untuk meraih cita-citaku, oleh karena
itu mereka memberiku pilihan untuk bersekolah di SMA boarding school
untuk menunjang cita-citaku tersebut. Akupun setuju dengan pilihan orangtuaku
yang akan manunjang persiapanku untuk masuk menjadi seorang taruna.
SMA, saat dimana orang-orang biasa
menikmati kehidupannya sebagai remaja. Waktu untuk bercanda dengan teman-teman,
jalan-jalan, menikmati masa muda. Namun tidak denganku. Kurelakan itu semua
demi masa depanku. Menjadi Tentara adalah mimpiku dari kecil. Jadi seorang
perwira. Kurelakan semua kesenangan yang seharusnya kurasakan di masa SMA. Dengan
masuk ke sebuah boarding school ternama, ku hidup dibawah keterikatan terhadap
peraturan yang berlaku disana. Mulai dikenalkan dengan disiplin kemiliteran.
3 tahunku di SMA memang tidak sama
dengan anak-anak lain yang bersekolah di luar boarding school. Namun, itu tidak
menjadi hambatan bagiku untuk berlatih. Justru itu sangat membantuku dalam
mempersiapkan diri untuk tes masuk menjadi taruna. Bertemu dengan orang-orang
yang memiliki visi dan motivasi yang sama membuatku terdorong untuk terus
berusaha dengan maksimal. Lagipula aku sudah terbiasa dengan yang disiplin,
walaupun kehidupanku di SMA semi-militer, setidaknya aku sudah memiliki
gambaran bagaimana jika hidup kita diatur sedemikian rupa.
Aku sempat kaget dengan kehidupan
semi-militer yang diterapkan di sekolahku, namun aku berusaha untuk beradaptasi
dan terus mengikuti alur kehidupanku yang baru. Hingga akhirnyapun aku terbiasa
dengan sendirinya.
Singkat cerita 3 tahun di SMA
sampailah aku di penghujung cerita. Waktu yang dinanti-nanti, yaitu pendaftaran
calon taruna. Dengan privilege yang dimiliki sekolahku waktu itu,
terdapat panda khusus dimana panitia pendaftaran taruna dari 3 matra datang ke
sekolahku untuk pelaksanaan seleksi tingkat daerah. Dengan motivasiku untuk
menjadi seorang tentara adalah menjadi seorang jenderal yang memimpin perang di
depan pasukannya, akupun memilih untuk mendaftar menjadi taruna Akmil.
Kebetulan pendaftaran Akmil adalah yang pertama dibuka di sekolahku, tanpa
ragu-ragu aku siapkan seluruh perlengkapan dan kelengkapan yang diperlukan
untuk pendaftaran, dan mendaftarkan diri menjadi taruna Akmil. Tentunya dengan restu dan persetujuan penuh dari
orangtuaku. Akupun mengikuti proses seleksi. Mulai dari administrasi sampai
kepada tes mental ideologi. Semua kulewati dengan lancar. Tibalah saatnya untuk
seleksi jasmani, waktu itu tes dilaksanakan di pusdikjas bandung, kami pun
berangkat kesana untuk melaksanakan tes. Hatiku memang terasa cukup cemas pagi
itu, aku pun melaksanakan tes tensi darah. Namun ternyata hasilnya tinggi,
akupun diperintahkan untuk berbaring dan beristirahat sejenak untuk menurunkan
tekanan darahku. Bersama dengan seorang temanku kami pun beristirahat. Namun
sebenarnya saat itu aku malah tambah tidak tenang, melihat teman-temanku sudah
selesai melaksanakan tes namun aku masih belum apa-apa.
Akhirnya
kami berduapun diberikan kesempatan kembali untuk melaksanakan tes tensi darah.
Namun hasilnya sudah seperti yang saya pikirkan, masih tinggi. Kesempatan
terakhir pun diberikan, 4 kali saya di tes sampai kadisjas waktu itu yang
memberikan izin langsung untuk memberikan saya kesempatan, namun hasilnya tetap
sama. Kecewa, sedih, bahkan saya sempat menangis karena merasa sebuah
kesempatan yang sangat baik sudah terlewat begitu saja, karena sebelumnya tidak
pernah terjadi kepada saya. Teman-teman dan guru saya pun ikut menenangkan saya
dan menghibur saya, itu salah satu momen yang tidak akan pernah saya lupakan
dalam hidupsaya sampai kapanpun. Merasa sangat didukung oleh orang-orang
disekitarku, aku pun bangkit dan berpikir bahwa masih ada kesempatan lain,
yaitu seleksi taruna AAL.
Akupun melakukan evaluasi tentang kenapa hal tersebut bisa terjadi kemarin. Akupun memeriksakan diri ke dokter ahli jantung, namun hasilnya jantungku normal, “hanya serangan cemas”, kata dokter tersebut, aku agak kurang puas dengan jawaban dokter tersebut. Namun, beliau juga menyarankan untuk memakan makanan yang mungkin bisa menurunkan tensi darah, seperti timun, belimbing dan lainnya. Akupun melakukan saran yang sudah diberikan oleh dokter dan guru-guruku. Alhasil, setiap hari aku memesan timun sebanyak 2 kilo kepada wali asuhku di sekolah. Tidak enak rasanya, makanan-makanan itu bukan makanan yang sangat kusukai, malah cenderung tidak suka, apalagi jumlahnya yang begitu banyak, sampai-sampai kulkas asrama penuh dengan timunku. Namun dengan dukungan dari teman-teman dan guru-guruku akupun melakukannya.
Hari pelaksanaan seleksi pun
tiba, aku melaksanakan tes dengan lebih percaya diri. Dengan modal sudah
mengetahui kekurangan sebelumnya dan aku merasa sudah memperbaikinya, pelaksanaan
tes kesehatan AAL lebih dulu dari pada garjas, oleh karena itu aku melaksanakan
tes kesehatan terlebih dahulu, saat pelaksanaan tes kesehatan 1, tensiku
baik-baik saja. Namun saat pelaksanaan tes kesehatan 2 tensiku Kembali naik.
Akhirnya akupun diperintahkan kembali esok hari pagi-pagi sekali untuk
melaksanakan tensi, karena dinilai aku sudah terlalu capek dan sudah menunggu
terlalu lama saat tes kesehatan. Keesokan harinya aku datang pagi-pagi sekali,
dengan tidur yang kurasa sudah cukup. Saat melaksanakan tes lagi, ternyata
tensiku tetap masih tinggi. Aku bingung sekali, dua kesempatanku sudah hilang
begitu saja. Sempat aku merasa putus asa, karena aku tidak mau mengulang tes di
tahun depannya, aku sudah memikirkan untuk mendaftarkan diri ke PTN. Aku merasa saat itu adalah titik terendahku. Merasa
benar-benar sedang diuji. Sedih, yang teramat sangat kurasakan saat itu, kecewa
dan marah kepada diriku sendiri kurasakan. Namun, aku tidak bisa berbuat apapun
karena sudah terjadi.
Disinilah
kurasakan peran doa orang tua, dukungan dari orang-orang terdekat dan juga
guru-guruku sangat penting, mereka tau bahwa aku sangat ingin menjadi seorang
taruna. Mereka pun menyarankanku untuk mengikuti seleksi AAU yang merupakan
seleksi terakhir. Awalnya aku sudah tidak bergairah lagi untuk mengikuti tes
tersebut, namun aku tidak ingin mengecewakan mereka yang sudah mendukungku.
Akhirnya akupun mendaftarkan diri. Walaupun semangatku waktu itu sudah hampir
habis, karena kekecewaan sebelumnya. Namun aku tetap melaksanakan semua tes
dengan kemampuan maksimalku. Entah kenapa karena aku tidak terlalu
memikirkannya semua tes kulewati dengan lancar. Setengah tidak percaya memang,
yang sebelumnya aku gagal di tensi, saat seleksi AAU tidak ada satupun kendala
yang menghalangiku. Aku pun agak bingung waktu itu, tapi aku jadi belajar satu
hal. Bahwa saat kita menyerahkan semua kepada yang diatas, berusaha semaksimal
mungkin dan berdoa untuk mendapatkan yang terbaik, maka aku percaya bahwa kita
pasti akan diberikan jalan oleh Allah. Nothing to Lose moto
ku waktu itu dan sampai saat ini. Sudah kuserahkan semua hasil kepada Sang
Penguasa. Akupun hanya bisa berdoa.
Tibalah saatnya pengumuman tes. Akmil, AAL dan terakhir AAU. Aku sudah tidak berharap dapat masuk, karena aku tau, aku hanya asal mendaftar di AAU. Saat pengumumanpun tiba, satu persatu nama temanku disebutkan. Mereka masuk kedalam sebuah ruangan, dan namakupun disebutkan. Awalnya kukira yang dipanggil adalah yang tidak lolos. Namun ternyata, yang dipanggil itulah yang lolos ke seleksi tingkat akhir. Dan yang mengagetkanku lagi, namaku berada di posisi nomor 1 seleksi pendaftaran AAU dari sekolahku. Akupun kaget, namun tidak heran karena yakin inilah jalan yang terbaik yang diberikan oleh Allah kepadaku. Semua orangpun meyakinkanku dengan berkata bahwa lihatlah aku bisa melakukannya bukan. Aku pun makin yakin dengan jalan yang sudah dipilihkan oleh-Nya.
Dan akupun tak akan menyia-nyiakan kesempatan dan perjuangan yang telah diberikan oleh-Nya kepadaku. Pelajaran-pelajaran yang sudah kulalui kujadikan bekal hingga saat ini. Dan hingga nanti di kesatuan. Akan kubawa terus doa-doa, dan harapan orangtuaku hingga kelak aku akan membanggakan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar