Selasa, 04 April 2023

LETDA PNB AFLA ADHAR HENDARTYO

 

by Siswa Sekbang A-102 Rotary Wing 

Skadron Pendidikan 105 Wing 100/Terbang


        Aku lahir di keluarga sederhana, ayahku seorang pegawai di sebuah BUMN, ibuku seorang ibu rumah tangga. Sejak kecil aku selalu berpindah tempat tinggal.menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, mengikuti kemana ayahku ditugaskan. Tidak ada satupun keluargaku yang berlatar belakangkan militer. Namun entah kenapa, aku sangat ingin menjadi seorang tentara sejak aku kecil. Memang orangtuaku sejak kecil sudah mengajarkanku untuk selalu hidup disiplin. Walaupun bukan seorang militer, ayahku mendidikku dengan tegas sejak kecil. Begitu pula dengan ibuku. Bisa dibilang orangtuaku adalah orang yang Strict Parents. Oleh karena itu, sejak kecil aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang sangat teratur.

          Orangtuaku selalu mendukung semua hal positif yang ingin aku lakukan. Termasuk dengan cita-citaku. Walaupun mereka tegas, tetapi mereka tidak membatasiku untuk bercita-cita, mereka selalu menekankanku untuk mengejar cita-cita yang aku inginkan. Seorang Tentara, entah kenapa aku ingin jadi tentara. Ayahku bukan seorang tentara, sampai orang-orang bertanya mengapa aku tidak mengikuti jejak ayahku saja. Dulu aku sering membaca, menonton dan bermain video game tentang perang, menggambarkan gagahnya seorang jendral yang memimpin peperangan didepan anak buahnya, itu yang terbayangkan olehku menjadi seorang tentara.

        Singkat cerita, aku menginjak bangku SMP, orangtuaku sangat concern dengan cita-citaku. Sejak sesaat sebelum lulus SMP orangtuaku sudah meyakinkanku untuk meraih cita-citaku, oleh karena itu mereka memberiku pilihan untuk bersekolah di SMA boarding school untuk menunjang cita-citaku tersebut. Akupun setuju dengan pilihan orangtuaku yang akan manunjang persiapanku untuk masuk menjadi seorang taruna.

SMA, saat dimana orang-orang biasa menikmati kehidupannya sebagai remaja. Waktu untuk bercanda dengan teman-teman, jalan-jalan, menikmati masa muda. Namun tidak denganku. Kurelakan itu semua demi masa depanku. Menjadi Tentara adalah mimpiku dari kecil. Jadi seorang perwira. Kurelakan semua kesenangan yang seharusnya kurasakan di masa SMA. Dengan masuk ke sebuah boarding school ternama, ku hidup dibawah keterikatan terhadap peraturan yang berlaku disana. Mulai dikenalkan dengan disiplin kemiliteran.

          3 tahunku di SMA memang tidak sama dengan anak-anak lain yang bersekolah di luar boarding school. Namun, itu tidak menjadi hambatan bagiku untuk berlatih. Justru itu sangat membantuku dalam mempersiapkan diri untuk tes masuk menjadi taruna. Bertemu dengan orang-orang yang memiliki visi dan motivasi yang sama membuatku terdorong untuk terus berusaha dengan maksimal. Lagipula aku sudah terbiasa dengan yang disiplin, walaupun kehidupanku di SMA semi-militer, setidaknya aku sudah memiliki gambaran bagaimana jika hidup kita diatur sedemikian rupa.

          Aku sempat kaget dengan kehidupan semi-militer yang diterapkan di sekolahku, namun aku berusaha untuk beradaptasi dan terus mengikuti alur kehidupanku yang baru. Hingga akhirnyapun aku terbiasa dengan sendirinya.

          Singkat cerita 3 tahun di SMA sampailah aku di penghujung cerita. Waktu yang dinanti-nanti, yaitu pendaftaran calon taruna. Dengan privilege yang dimiliki sekolahku waktu itu, terdapat panda khusus dimana panitia pendaftaran taruna dari 3 matra datang ke sekolahku untuk pelaksanaan seleksi tingkat daerah. Dengan motivasiku untuk menjadi seorang tentara adalah menjadi seorang jenderal yang memimpin perang di depan pasukannya, akupun memilih untuk mendaftar menjadi taruna Akmil. Kebetulan pendaftaran Akmil adalah yang pertama dibuka di sekolahku, tanpa ragu-ragu aku siapkan seluruh perlengkapan dan kelengkapan yang diperlukan untuk pendaftaran, dan mendaftarkan diri menjadi taruna Akmil. Tentunya dengan restu dan persetujuan penuh dari orangtuaku. Akupun mengikuti proses seleksi. Mulai dari administrasi sampai kepada tes mental ideologi. Semua kulewati dengan lancar. Tibalah saatnya untuk seleksi jasmani, waktu itu tes dilaksanakan di pusdikjas bandung, kami pun berangkat kesana untuk melaksanakan tes. Hatiku memang terasa cukup cemas pagi itu, aku pun melaksanakan tes tensi darah. Namun ternyata hasilnya tinggi, akupun diperintahkan untuk berbaring dan beristirahat sejenak untuk menurunkan tekanan darahku. Bersama dengan seorang temanku kami pun beristirahat. Namun sebenarnya saat itu aku malah tambah tidak tenang, melihat teman-temanku sudah selesai melaksanakan tes namun aku masih belum apa-apa.

          Akhirnya kami berduapun diberikan kesempatan kembali untuk melaksanakan tes tensi darah. Namun hasilnya sudah seperti yang saya pikirkan, masih tinggi. Kesempatan terakhir pun diberikan, 4 kali saya di tes sampai kadisjas waktu itu yang memberikan izin langsung untuk memberikan saya kesempatan, namun hasilnya tetap sama. Kecewa, sedih, bahkan saya sempat menangis karena merasa sebuah kesempatan yang sangat baik sudah terlewat begitu saja, karena sebelumnya tidak pernah terjadi kepada saya. Teman-teman dan guru saya pun ikut menenangkan saya dan menghibur saya, itu salah satu momen yang tidak akan pernah saya lupakan dalam hidupsaya sampai kapanpun. Merasa sangat didukung oleh orang-orang disekitarku, aku pun bangkit dan berpikir bahwa masih ada kesempatan lain, yaitu seleksi taruna AAL.

          Akupun melakukan evaluasi tentang kenapa hal tersebut bisa terjadi kemarin. Akupun memeriksakan diri ke dokter ahli jantung, namun hasilnya jantungku normal, “hanya serangan cemas”, kata dokter tersebut, aku agak kurang puas dengan jawaban dokter tersebut. Namun, beliau juga menyarankan untuk memakan makanan yang mungkin bisa menurunkan tensi darah, seperti timun, belimbing dan lainnya. Akupun melakukan saran yang sudah diberikan oleh dokter dan guru-guruku. Alhasil, setiap hari aku memesan timun sebanyak 2 kilo kepada wali asuhku di sekolah. Tidak enak rasanya, makanan-makanan itu bukan makanan yang sangat kusukai, malah cenderung tidak suka, apalagi jumlahnya yang begitu banyak, sampai-sampai kulkas asrama penuh dengan timunku. Namun dengan dukungan dari teman-teman dan guru-guruku akupun melakukannya. 

        Hari pelaksanaan seleksi pun tiba, aku melaksanakan tes dengan lebih percaya diri. Dengan modal sudah mengetahui kekurangan sebelumnya dan aku merasa sudah memperbaikinya, pelaksanaan tes kesehatan AAL lebih dulu dari pada garjas, oleh karena itu aku melaksanakan tes kesehatan terlebih dahulu, saat pelaksanaan tes kesehatan 1, tensiku baik-baik saja. Namun saat pelaksanaan tes kesehatan 2 tensiku Kembali naik. Akhirnya akupun diperintahkan kembali esok hari pagi-pagi sekali untuk melaksanakan tensi, karena dinilai aku sudah terlalu capek dan sudah menunggu terlalu lama saat tes kesehatan. Keesokan harinya aku datang pagi-pagi sekali, dengan tidur yang kurasa sudah cukup. Saat melaksanakan tes lagi, ternyata tensiku tetap masih tinggi. Aku bingung sekali, dua kesempatanku sudah hilang begitu saja. Sempat aku merasa putus asa, karena aku tidak mau mengulang tes di tahun depannya, aku sudah memikirkan untuk mendaftarkan diri ke PTN. Aku merasa saat itu adalah titik terendahku. Merasa benar-benar sedang diuji. Sedih, yang teramat sangat kurasakan saat itu, kecewa dan marah kepada diriku sendiri kurasakan. Namun, aku tidak bisa berbuat apapun karena sudah terjadi.

          Disinilah kurasakan peran doa orang tua, dukungan dari orang-orang terdekat dan juga guru-guruku sangat penting, mereka tau bahwa aku sangat ingin menjadi seorang taruna. Mereka pun menyarankanku untuk mengikuti seleksi AAU yang merupakan seleksi terakhir. Awalnya aku sudah tidak bergairah lagi untuk mengikuti tes tersebut, namun aku tidak ingin mengecewakan mereka yang sudah mendukungku. Akhirnya akupun mendaftarkan diri. Walaupun semangatku waktu itu sudah hampir habis, karena kekecewaan sebelumnya. Namun aku tetap melaksanakan semua tes dengan kemampuan maksimalku. Entah kenapa karena aku tidak terlalu memikirkannya semua tes kulewati dengan lancar. Setengah tidak percaya memang, yang sebelumnya aku gagal di tensi, saat seleksi AAU tidak ada satupun kendala yang menghalangiku. Aku pun agak bingung waktu itu, tapi aku jadi belajar satu hal. Bahwa saat kita menyerahkan semua kepada yang diatas, berusaha semaksimal mungkin dan berdoa untuk mendapatkan yang terbaik, maka aku percaya bahwa kita pasti akan diberikan jalan oleh Allah.  Nothing to Lose moto ku waktu itu dan sampai saat ini. Sudah kuserahkan semua hasil kepada Sang Penguasa. Akupun hanya bisa berdoa.

      Tibalah saatnya pengumuman tes. Akmil, AAL dan terakhir AAU. Aku sudah tidak berharap dapat masuk, karena aku tau, aku hanya asal mendaftar di AAU. Saat pengumumanpun tiba, satu persatu nama temanku disebutkan. Mereka  masuk kedalam sebuah ruangan, dan namakupun disebutkan. Awalnya kukira yang dipanggil adalah yang tidak lolos. Namun ternyata, yang dipanggil itulah yang lolos ke seleksi tingkat akhir. Dan yang mengagetkanku lagi, namaku berada di posisi nomor 1 seleksi pendaftaran AAU dari sekolahku. Akupun kaget, namun tidak heran karena yakin inilah jalan yang terbaik yang diberikan oleh Allah kepadaku. Semua orangpun meyakinkanku dengan berkata bahwa lihatlah aku bisa melakukannya bukan. Aku pun makin yakin dengan jalan yang sudah dipilihkan oleh-Nya.

          Dan akupun tak akan menyia-nyiakan kesempatan dan perjuangan yang telah diberikan oleh-Nya kepadaku. Pelajaran-pelajaran yang sudah kulalui kujadikan bekal hingga saat ini. Dan hingga nanti di kesatuan. Akan kubawa terus doa-doa, dan harapan orangtuaku hingga kelak aku akan membanggakan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar