Anak Kedua ku Yang Gagah, Jagoan di Keluarga Hutagalung
by "Dompak" Hutagalung
Tetap semangat yah gaess.... |
Entah mengapa pemilihan nama anak kedua ini agak sulit deal
nya, khusus nya untuk kata pertamannya. Kalo Hutagalung mah sudah wajib adanya,
karena merupakan anugerah atau family name, sedangkan “Hafiz” merupakan
pesanan dari kakak nya yang bernawa Hafiza Lavanya Hutagalung. Dia termotivasi
dari mainannya yaitu boneka Hafiz dan Hafiza, yang dapat mengeluarkan rekaman
Al-quran dan Bahasa Inggris. Lucu juga seh, tapi tidak apalah, toh arti nama
nya juga bagus. Hafiz berasal dari serapan bahasa Arab dan ada juga di
Al-quran, serta termasuk dari 99 nama Allah (Asmaul Husnah, yaitu: Al-Hafizd),
artinya adalah Sang Maha Penjaga/Pelindung.
Anak pertama sengaja saya pilihkan ada unsur nama Hafiz-nya, namun karena putri maka saya modifikasi menjadi Hafiza, dengan harapan sebagai anak pertama dapat menjadi pelindung keluarga, terutama saat saya sebagai kepala keluarga tidak berada di rumah. Apalagi pada masa itu saya sangat sering melaksanakan Dinas Luar dalam rangka standby SAR helikopter di beberapa Pangkalan TNI AU. Ataupun apabila saya sudah menghadap sang Ilahi terlebih dahulu, maka tugas anak tertua lah untuk melindungi dan mengarahkan keluarga, setelah ibu nya.
Proses pemilihan nama.Kakak Fiza setia menemani Hafiz
Nama KALDERA muncul dibenak saya tepat dua minggu sebelum
lahiran, saat kami sedang berkendaraan sepulang dari kontrol kandungan istri di
klinik spesialis Siloam – Purwakarta. Awal nya istri muncul dengan ide nama
“Reiga”, namun berubah pikiran dan kekeh dengan nama “Keven”, sampai akhirnya
saya sebagai kepala keluarga mengambil keputusan secara sepihak yaitu nama
“Kaldera”. Ada beberapa alasan mengapa saya jatuh hati pada nama ini, yaitu:
1. Kaldera yang
secara harfiah berarti Kawah Gunung Merapi, menurut pendapat saya kaldera merupakan
merupakan salah satu icon dari Indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara
dengan pegunungan Merapi terbanyak di dunia, karena posisi geografisnya
terletak pada Pacific Ring of Fire, dan pastinya meninggalkan banyak
kaldera. Kami sekeluarga berharap Kaldera akan menjadi anak yang membanggakan
negaranya Indonesia.
2. Fakta yang
sangat menarik adalah, bahwa kaldera terbesar di dunia berada di danau Toba
yang dulu nya merupakan gunung api vulkanik purba yang letusan nya sampai
mempengaruhi iklim dunia pada saat itu. Saking besar bekas letusan gunung api
tersebut, sampai-sampai di tengah danau Toba terdapat sebuah pulau yang Bernama
Samosir (Kabupaten Samosir). Dan di danau Toba inilah nenek moyang dari suku
Batak Toba, khususnya keluarga besar Hutagalung berasal. Kami berharap bayi
Kaldera sebagai salah satu penerus (Hutagalung Napitu generasi ke-15), selalu
ingat kepada kampung halaman nya di Sumatera Utara, walaupun dia berada
dibelahan bumi manapun.
3. Saya rasa
alasan ketiga ini cukup unik. Kakak nya Hafiza juga memiliki unsur nama gunung
Merapi yaitu “Lavanya”, walaupun nama yang diberikan oleh kakak ipar yang
berasal dari bahasa Sensakerta yang berarti bintang yang terang. Namun kata
Lava ini lah yang saya jadikan benang merah untuk pemilihan nama kaldera
sebagai nama anak kedua kami. Jadi nama kedua anak kami mengabadikan salah satu
makhluk ciptaan Allah swt. yang fenomenal yaitu Gunung Berapi (Vulcanos).
Kaldera Danau Toba (sumber: batakindonesia.com)
Proses Kelahiran.
Saya dan istri berharap kelahiran anak kedua ini dapat
berjalan secara normal, tidak seperti kelahiran anak pertama kami yang menggunakan
metode secar dikarenakan istri mengalami kekurangan air ketuban, sehingga bayi
harus segera dikeluarkan. Hal ini kemungkinan terjadi karena saat itu mamah
Fiza masih sibuk bekerja disalah satu bank BUMN sehingga kelelahan. Sedangkan
saat mengandung anak kedua, istri sudah resmi saya angkat menjadi asisten
pribadi saya di rumah sehingga bisa fokus mengurus anak, dan proses kehamilan
pun lebih terjaga.
Selama kontrol di klinik kandungan pun, kondisi jabang bayi
alhamdulillah sehat sehingga besar harapan untuk proses lahiran normal. Namun
apadaya, malang tidak dapat ditolak , untung tidak dapat diraih. Tepat pada
tanggal 8 September, saat saya sedang berkutat dengan pekerjaan kantor selepas
melaksanakan latihan terbang, tiba-tiba HP saya berbunyi dan ternyata panggilan
WA dari mertua saya.
“Bang, Bella jatoh di dapur, abang cepat pulang ke rumah,
kasihan dia kesakitan, kawatir kandungannya kenapa-kenapa”, ujar mertua saya.
Saya pun bergegas meminta ijin kepada komandan skadron untuk
kembali ke rumah dan mengantarkan istri ke rumah sakit rujukan. Sekaligus saya menyiapkan
perlengkapan lahiran, dan bergegas menuju RS. Siloam di Purwakarta dengan
menggunakan mobil pribadi. Waktu tempuh menggunakan jalan tol Cipali kurang
lebih 45 menit. Namun saya tidak berani melaju kencang karena kondisi kandungan
istri yang sedang sakit, disamping itu kondisi shock breaker ban kiri depan
mobil yang sedang bermasalah, sehingga guncangan yang ditimbulkan cukup
kencang.
Sesampainya di RS kami langsung menuju IGD untuk mendapatkan
pelayanan segera dari bidan jaga. Saat diperjalanan istri sudah menghubungi
dokter kandungan yang memegang perawatan istri saya. Saya dan istri pun
melaksanakan swab Antigen sebagai syarat dari protokol kesehatan rumah sakit,
alhamdulillah hasilnya negatif. Pada sore hari nya dokter Grace yang menangani
istri tiba dan mengecek langsung kondisi kandungan, syukur alhamdulillah
kondisi bayi baik-baik saja, walaupun sempat terjadi rembesan pasca terjatuh.
Namun kondisi istri menjadi semakin ringkih, mungkin trauma jatuh dan menahan rasa
sakit.
Saya pun merenung, memang kami berharap dapat lahiran secara
normal. Namun melihat kondisi istri yang lemah saat itu, ditambah lagi lokasi
rumah sakit yang tidak lah dekat dari rumah kami, maka kami pun meminta saran
dari dokter.
“Dari pada pas sampai di rumah istri mulai mules-mules,
ditambah kondisinya untuk jalan saja susah, bisa berabe kalo kenapa-kenapa
ini”. Guman saya dalam hati.
Setelah berkonsultasi dengan dokter, bidan dan perawatan,
maka jalan terbaik adalah dengan melaksanakan operasi secar. Kami berdua pun
menetapkan hati dan mementukan pilihan, maka operasi pun dimulai pada pukul 10
malam WIB. Sepanjang operasi saya pun mengisi waktu dengan berzikir dan membaca
surah Yasin untuk menenangkan hati dan memohon perlindungan dari Allah swt.
Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, dan anak kedua kami lahir tepat
pada saat saya membaca ayat ke 80, pukul 10.42 WIB dengan berat badan 2910 gram
dan tinggi badan 49 cm.
Syukurnya RS. Siloam menerima jasa BPJS, sehingga mengurangi
kekawatiran terhadap biaya persalinan. Namun sayang nya ruang kelas 1 sesuai dengan
BPJS saya kondisi sedang penuh, setelah berkomunikasi dengan istri maka kami
memutuskan untuk naik ke kelas VIP, dengan fasilitas 1 kamar untuk 1 orang
pasien.
Kamar nya cukup bagus dan luas, dilengkapi dengan 1 sofa
hitam yang saya gunakan untuk tidur, lumayan nyaman juga lah. Hal yang menarik
adalah, penunggu dibatasi hanya 1 orang dan tidak boleh digantikan karena harus
melaksanakan swab Antigen. Paket perawatan di VIP (saya kurang tau juga dengan
kelas yang lain) turut memberikan makan siang bagi keluarga yang menunggu, guna
mengurangi pergerakan keluar membeli makan (prokes dalam rangka pandemi).
Hal yang menarik lain nya adalah, RS. Siloam memberikan paket
layaknya parcel pada hari pertama kami rawat inap. Saya lupa istilah mereka
menyebutnya, seperti welcome drink gitu lah, hehe..,
Dalam hati saya berguman sambil menelan ludah, “waduh, semua
layanan ini bakal ta bayar diakhir perawatan”.
The world face baby Kaldera |
Pasca lahiran, bayi Kaldera dibawa ke ruang observasi, dimana
seluruh bayi-bayi yang baru lahir berada, sebelum diserahkan ke orang tua nya
masing-masing. Hal ini sesuai dengan SOP dari RS.
“Pak, bayi nya disini dulu yah, kita observasi dulu selama 6
jam apabila kondisinya baik besok akan kami antar ke kamar inap”, ujar suster
kepada saya saat mengantarkan popok dan baju anak saya.
Pagi hari nya, karena tidak sabar menunggu saya pun bertanya
kepada suster yang kebetulan sedang memeriksa kondisi istri saya. “Suster, anak
saya belum bisa dirapatkan ke kamar yah?”, suster pun menjawab, “saya tanyakan
dulu ke ruang observasi bayi yah pak”.
Tidak lama suster yang tadi kembali ke kamar kami dan
menyampaikan bahwa kadar gula darah bayi Kaldera masih rendah, sehingga
membutuhkan asupan asi atau susu terlebih dahulu untuk menaikkan kadar gula darahnya.
Namun karena ruang observasi bayi ini terpisah cukup jauh dengan ruang rawat
inap, disamping itu kondisi istri juga masih belum bisa bergeser dari tempat
tidur, sehingga suster menyarankan untuk memberikan susu formula terlebih
dahulu untuk sementara waktu saja.
Dalam hati saya berkata, “nama nya juga baru lahir, belum
minum apapun yaah…, pasti gula darahnya rendah lah, gimana seh neh..?
Dengan berat hati saya pun membelikan susu formula di
Alfamart yang lokasi nya tepat di seberang RS. Mumpung pas lagi keluar,
sekalian deh beli makanan agar tidak bosan dengan menu di RS, sekalian beli
cemilan juga lah.
Selama menemani istri di RS, saya mengisi waktu dengan
mengerjakan tugas kantor yang masih menumpuk, belum lagi kordinasi pekerjaan
melalui sambungan telpon dengan pihak kantor. Memang dengan kemajuan teknologi
saat ini kita menjadi tidak punya alasan tidak bekerja walaupun posisi terpisah
jauh dari kantor, bahkan dalam kondisi yang tidak menentu juga.
RS Siloam Purwakarta (sumber: www.avitaliahealth.com)
Saran konsumen.
Hal terakhir, ijinkan lah saya untuk menyampaikan saran
kepada pihak RS. Siloam, persis seperti yang saya sampaikan di feedback konsumen.
Saya menempatkan diri saya sebagai orang awam, jadi bisa saja saran saya ini
kurang tepat dengan kondisi RS, sebagai berikut:
1. Posisi ruang
observasi bayi lokasi nya jangan jauh dari ruang rawat inap ibu pasca
melahirkan, sehingga bayi bisa segera disusukan asi ibunya dengan tidak
terkendala jarak tersebut.
2. Sebagai penunggu,
saya merasa intensitas perawat terlalu sering keluar masuk kamar rawat untuk melakukan
pengecekan kondisi istri saya. Jujur kondisi ini jelas jauh lebih baik apabila dibandingkan
dengan kondisi sebaliknya. Namun jujur saja saya merasa agak terganggu,
terutama saat sedang beristirahat. Begitu pula saya perhatikan istri saya,
tidak jarang istirahatnya terbangun dari istirahatnya karena perawat yang cukup
sering datang ke ruangan rawat inap. Saran saya, apabila memungkinkan kontrol
perawat nya mungkin bisa digabungkan pada waktu yang sama sehingga
intensitasnya bisa sedikit berkurang.
3. Lokasi parkir
kendaraan yang terbatas dan sebagian besar terpisah agak jauh dari RS,
menyebabkan kurang fleksibelnya proses antar jemput pasien.
Secara umum pelayanan di RS. Siloam cukup baik, pengurusan
administrasi nya pun cukup mudah, dokter-dokter yang bertanggung jawab
perawatan juga rutin mengecek kondisi istri dan cukup komunikatif, serta
perawat yang selalu siap siaga selama 24 jam merespon panggilan kami.
Demikianlah sekelumit cerita dari keluarga Hutagalung, semoga
bermanfaat dan berkenan di hati para pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar