Kamis, 30 September 2021

KALDERA HAFIZ HUTAGALUNG

 Anak Kedua ku Yang Gagah, Jagoan di Keluarga Hutagalung

by "Dompak" Hutagalung

Tetap semangat yah gaess....

Entah mengapa pemilihan nama anak kedua ini agak sulit deal nya, khusus nya untuk kata pertamannya. Kalo Hutagalung mah sudah wajib adanya, karena merupakan anugerah atau family name, sedangkan “Hafiz” merupakan pesanan dari kakak nya yang bernawa Hafiza Lavanya Hutagalung. Dia termotivasi dari mainannya yaitu boneka Hafiz dan Hafiza, yang dapat mengeluarkan rekaman Al-quran dan Bahasa Inggris. Lucu juga seh, tapi tidak apalah, toh arti nama nya juga bagus. Hafiz berasal dari serapan bahasa Arab dan ada juga di Al-quran, serta termasuk dari 99 nama Allah (Asmaul Husnah, yaitu: Al-Hafizd), artinya adalah Sang Maha Penjaga/Pelindung.

 Anak pertama sengaja saya pilihkan ada unsur nama Hafiz-nya, namun karena putri maka saya modifikasi menjadi Hafiza, dengan harapan sebagai anak pertama dapat menjadi pelindung keluarga, terutama saat saya sebagai kepala keluarga tidak berada di rumah. Apalagi pada masa itu saya sangat sering melaksanakan Dinas Luar dalam rangka standby SAR helikopter di beberapa Pangkalan TNI AU. Ataupun apabila saya sudah menghadap sang Ilahi terlebih dahulu, maka tugas anak tertua lah untuk melindungi dan mengarahkan keluarga, setelah ibu nya.

 

Kakak Fiza setia menemani Hafiz

Proses pemilihan nama.

Nama KALDERA muncul dibenak saya tepat dua minggu sebelum lahiran, saat kami sedang berkendaraan sepulang dari kontrol kandungan istri di klinik spesialis Siloam – Purwakarta. Awal nya istri muncul dengan ide nama “Reiga”, namun berubah pikiran dan kekeh dengan nama “Keven”, sampai akhirnya saya sebagai kepala keluarga mengambil keputusan secara sepihak yaitu nama “Kaldera”. Ada beberapa alasan mengapa saya jatuh hati pada nama ini, yaitu:

1.       Kaldera yang secara harfiah berarti Kawah Gunung Merapi, menurut pendapat saya kaldera merupakan merupakan salah satu icon dari Indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara dengan pegunungan Merapi terbanyak di dunia, karena posisi geografisnya terletak pada Pacific Ring of Fire, dan pastinya meninggalkan banyak kaldera. Kami sekeluarga berharap Kaldera akan menjadi anak yang membanggakan negaranya Indonesia.

2.       Fakta yang sangat menarik adalah, bahwa kaldera terbesar di dunia berada di danau Toba yang dulu nya merupakan gunung api vulkanik purba yang letusan nya sampai mempengaruhi iklim dunia pada saat itu. Saking besar bekas letusan gunung api tersebut, sampai-sampai di tengah danau Toba terdapat sebuah pulau yang Bernama Samosir (Kabupaten Samosir). Dan di danau Toba inilah nenek moyang dari suku Batak Toba, khususnya keluarga besar Hutagalung berasal. Kami berharap bayi Kaldera sebagai salah satu penerus (Hutagalung Napitu generasi ke-15), selalu ingat kepada kampung halaman nya di Sumatera Utara, walaupun dia berada dibelahan bumi manapun.

3.       Saya rasa alasan ketiga ini cukup unik. Kakak nya Hafiza juga memiliki unsur nama gunung Merapi yaitu “Lavanya”, walaupun nama yang diberikan oleh kakak ipar yang berasal dari bahasa Sensakerta yang berarti bintang yang terang. Namun kata Lava ini lah yang saya jadikan benang merah untuk pemilihan nama kaldera sebagai nama anak kedua kami. Jadi nama kedua anak kami mengabadikan salah satu makhluk ciptaan Allah swt. yang fenomenal yaitu Gunung Berapi (Vulcanos).

 

Kaldera Danau Toba (sumber: batakindonesia.com)

Proses Kelahiran.

Saya dan istri berharap kelahiran anak kedua ini dapat berjalan secara normal, tidak seperti kelahiran anak pertama kami yang menggunakan metode secar dikarenakan istri mengalami kekurangan air ketuban, sehingga bayi harus segera dikeluarkan. Hal ini kemungkinan terjadi karena saat itu mamah Fiza masih sibuk bekerja disalah satu bank BUMN sehingga kelelahan. Sedangkan saat mengandung anak kedua, istri sudah resmi saya angkat menjadi asisten pribadi saya di rumah sehingga bisa fokus mengurus anak, dan proses kehamilan pun lebih terjaga.

Selama kontrol di klinik kandungan pun, kondisi jabang bayi alhamdulillah sehat sehingga besar harapan untuk proses lahiran normal. Namun apadaya, malang tidak dapat ditolak , untung tidak dapat diraih. Tepat pada tanggal 8 September, saat saya sedang berkutat dengan pekerjaan kantor selepas melaksanakan latihan terbang, tiba-tiba HP saya berbunyi dan ternyata panggilan WA dari mertua saya.

“Bang, Bella jatoh di dapur, abang cepat pulang ke rumah, kasihan dia kesakitan, kawatir kandungannya kenapa-kenapa”, ujar mertua saya.

Saya pun bergegas meminta ijin kepada komandan skadron untuk kembali ke rumah dan mengantarkan istri ke rumah sakit rujukan. Sekaligus saya menyiapkan perlengkapan lahiran, dan bergegas menuju RS. Siloam di Purwakarta dengan menggunakan mobil pribadi. Waktu tempuh menggunakan jalan tol Cipali kurang lebih 45 menit. Namun saya tidak berani melaju kencang karena kondisi kandungan istri yang sedang sakit, disamping itu kondisi shock breaker ban kiri depan mobil yang sedang bermasalah, sehingga guncangan yang ditimbulkan cukup kencang.

Sesampainya di RS kami langsung menuju IGD untuk mendapatkan pelayanan segera dari bidan jaga. Saat diperjalanan istri sudah menghubungi dokter kandungan yang memegang perawatan istri saya. Saya dan istri pun melaksanakan swab Antigen sebagai syarat dari protokol kesehatan rumah sakit, alhamdulillah hasilnya negatif. Pada sore hari nya dokter Grace yang menangani istri tiba dan mengecek langsung kondisi kandungan, syukur alhamdulillah kondisi bayi baik-baik saja, walaupun sempat terjadi rembesan pasca terjatuh. Namun kondisi istri menjadi semakin ringkih, mungkin trauma jatuh dan menahan rasa sakit.

Mamah Fiza sebelum lahiran

Saya pun merenung, memang kami berharap dapat lahiran secara normal. Namun melihat kondisi istri yang lemah saat itu, ditambah lagi lokasi rumah sakit yang tidak lah dekat dari rumah kami, maka kami pun meminta saran dari dokter.

“Dari pada pas sampai di rumah istri mulai mules-mules, ditambah kondisinya untuk jalan saja susah, bisa berabe kalo kenapa-kenapa ini”. Guman saya dalam hati.

Setelah berkonsultasi dengan dokter, bidan dan perawatan, maka jalan terbaik adalah dengan melaksanakan operasi secar. Kami berdua pun menetapkan hati dan mementukan pilihan, maka operasi pun dimulai pada pukul 10 malam WIB. Sepanjang operasi saya pun mengisi waktu dengan berzikir dan membaca surah Yasin untuk menenangkan hati dan memohon perlindungan dari Allah swt. Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, dan anak kedua kami lahir tepat pada saat saya membaca ayat ke 80, pukul 10.42 WIB dengan berat badan 2910 gram dan tinggi badan 49 cm.

Syukurnya RS. Siloam menerima jasa BPJS, sehingga mengurangi kekawatiran terhadap biaya persalinan. Namun sayang nya ruang kelas 1 sesuai dengan BPJS saya kondisi sedang penuh, setelah berkomunikasi dengan istri maka kami memutuskan untuk naik ke kelas VIP, dengan fasilitas 1 kamar untuk 1 orang pasien.

Kamar nya cukup bagus dan luas, dilengkapi dengan 1 sofa hitam yang saya gunakan untuk tidur, lumayan nyaman juga lah. Hal yang menarik adalah, penunggu dibatasi hanya 1 orang dan tidak boleh digantikan karena harus melaksanakan swab Antigen. Paket perawatan di VIP (saya kurang tau juga dengan kelas yang lain) turut memberikan makan siang bagi keluarga yang menunggu, guna mengurangi pergerakan keluar membeli makan (prokes dalam rangka pandemi).

Hal yang menarik lain nya adalah, RS. Siloam memberikan paket layaknya parcel pada hari pertama kami rawat inap. Saya lupa istilah mereka menyebutnya, seperti welcome drink gitu lah, hehe..,

Dalam hati saya berguman sambil menelan ludah, “waduh, semua layanan ini bakal ta bayar diakhir perawatan”.

The world face baby Kaldera 

Pasca lahiran, bayi Kaldera dibawa ke ruang observasi, dimana seluruh bayi-bayi yang baru lahir berada, sebelum diserahkan ke orang tua nya masing-masing. Hal ini sesuai dengan SOP dari RS.

“Pak, bayi nya disini dulu yah, kita observasi dulu selama 6 jam apabila kondisinya baik besok akan kami antar ke kamar inap”, ujar suster kepada saya saat mengantarkan popok dan baju anak saya.

Pagi hari nya, karena tidak sabar menunggu saya pun bertanya kepada suster yang kebetulan sedang memeriksa kondisi istri saya. “Suster, anak saya belum bisa dirapatkan ke kamar yah?”, suster pun menjawab, “saya tanyakan dulu ke ruang observasi bayi yah pak”.

Tidak lama suster yang tadi kembali ke kamar kami dan menyampaikan bahwa kadar gula darah bayi Kaldera masih rendah, sehingga membutuhkan asupan asi atau susu terlebih dahulu untuk menaikkan kadar gula darahnya. Namun karena ruang observasi bayi ini terpisah cukup jauh dengan ruang rawat inap, disamping itu kondisi istri juga masih belum bisa bergeser dari tempat tidur, sehingga suster menyarankan untuk memberikan susu formula terlebih dahulu untuk sementara waktu saja.

Dalam hati saya berkata, “nama nya juga baru lahir, belum minum apapun yaah…, pasti gula darahnya rendah lah, gimana seh neh..?

Dengan berat hati saya pun membelikan susu formula di Alfamart yang lokasi nya tepat di seberang RS. Mumpung pas lagi keluar, sekalian deh beli makanan agar tidak bosan dengan menu di RS, sekalian beli cemilan juga lah.

Selama menemani istri di RS, saya mengisi waktu dengan mengerjakan tugas kantor yang masih menumpuk, belum lagi kordinasi pekerjaan melalui sambungan telpon dengan pihak kantor. Memang dengan kemajuan teknologi saat ini kita menjadi tidak punya alasan tidak bekerja walaupun posisi terpisah jauh dari kantor, bahkan dalam kondisi yang tidak menentu juga.

 

RS Siloam Purwakarta (sumber: www.avitaliahealth.com)

Saran konsumen.

Hal terakhir, ijinkan lah saya untuk menyampaikan saran kepada pihak RS. Siloam, persis seperti yang saya sampaikan di feedback konsumen. Saya menempatkan diri saya sebagai orang awam, jadi bisa saja saran saya ini kurang tepat dengan kondisi RS, sebagai berikut:

1.       Posisi ruang observasi bayi lokasi nya jangan jauh dari ruang rawat inap ibu pasca melahirkan, sehingga bayi bisa segera disusukan asi ibunya dengan tidak terkendala jarak tersebut.

2.       Sebagai penunggu, saya merasa intensitas perawat terlalu sering keluar masuk kamar rawat untuk melakukan pengecekan kondisi istri saya. Jujur kondisi ini jelas jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan kondisi sebaliknya. Namun jujur saja saya merasa agak terganggu, terutama saat sedang beristirahat. Begitu pula saya perhatikan istri saya, tidak jarang istirahatnya terbangun dari istirahatnya karena perawat yang cukup sering datang ke ruangan rawat inap. Saran saya, apabila memungkinkan kontrol perawat nya mungkin bisa digabungkan pada waktu yang sama sehingga intensitasnya bisa sedikit berkurang.

3.       Lokasi parkir kendaraan yang terbatas dan sebagian besar terpisah agak jauh dari RS, menyebabkan kurang fleksibelnya proses antar jemput pasien.

 

Secara umum pelayanan di RS. Siloam cukup baik, pengurusan administrasi nya pun cukup mudah, dokter-dokter yang bertanggung jawab perawatan juga rutin mengecek kondisi istri dan cukup komunikatif, serta perawat yang selalu siap siaga selama 24 jam merespon panggilan kami.

 

Demikianlah sekelumit cerita dari keluarga Hutagalung, semoga bermanfaat dan berkenan di hati para pembaca.

Terimakasih.
Salam dari baby Kaldera Hutagalung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar